Marta.com

Selasa, 22 Maret 2011

INAKTIVASI VIRUS DI LABORATORIUM


I.                  PENDAHULUAN

1.1 INAKTIVASI VIRUS DI LABORATORIUM
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tidak mampu melakukan metabolisme.
Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genom virus menyandi, baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya. Dalam upaya mengurangi serangan penyakit karena virus perlu diberikan vaksin inaktif atau pemberian antivirus yang di buat dengan perlakuan laboratorium.
 
II. PEMBAHASAN

2.1 VAKSIN INAKTIF
Dasar dari pembuatan vaksin inaktif dengan perlakuan laboratorium adalah usaha untuk merusak kemampuan replikasi virus tetapi antigen yang berkaitan dengan penyebab penyakit masih terpelihara sifat antigeniknya.  Vaksin ini berasal dari virus yang dimatikan, dibuat dengan memurnikan sediaan virus dalam jumlah tertentu, kemudian menon-aktifkan infeksi virus dengan cara meminimalkan kerusakan yang ditimbulkannya pada protein struktural virus, biasanya digunakan formalin ringan.
Vaksin virus yang dimatikan yang dipreparasi dari keseluruhan virion untuk menstimulasi pembuatan antibodi yang beredar untuk melawan protein selubung virus, sehingga menghasilkan beberapa derajat resistensi. Untuk beberapa penyakit saat ini hanya tersedia vaksin virus yang mati. Vaksin ini biasanya di-peroleh dengan menginaktivasi virus yang dibiakkan dalam baby hamster kidney atau bovine tongue epithelial cells.
Keuntungan dari virus yang diinaktivasi adalah bahwa tidak ada pembalikan virus vaksin menjadi virulen dan bahwa vaksin bisa dibuat jika tidak tersedia virus yang dapat dilemahkan yang dapat diterima.
Vaksin yang diperoleh dengan inaktivasi ini juga mempunyai beberapa masalah. Vaksinasi memerlukan jumlah antigen lebih besar dan jumlah fragmen sel (yang tidak bersifat antigenik) selain antigen juga besar, sehingga jika ada substansi toksik dalam fragmen tersebut akan dapat menimbulkan masalah toksisitas. Untuk inaktivasi, organisme tersebut memerlukan perlakuan relatif keras supaya inaktivasi dapat sempurna, kondisi tersebut dapat merusak antigen. Aplikasi vaksin ini juga biasanya lebih rumit daripada vaksin hidup, karena harus diberikan dengan injeksi, sedangkan vaksin hidup dapat diberikan peroral atau intranasal.Selain itu kekebalan yang diinduksi oleh vaksin yang dimatikan biasanya berlangsung dalam waktu relatif singkat. Kondisi penyimpanan kadang-kadang juga menjadi masalah, misalnya pada foot dan mouth disease.
Vaksin ini efektif tetapi perlu disimpan pada temperatur dingin, sehingga kurang sesuai untuk negara tropis. Prinsip yang penting pada pembuatan vaksin ialah metode inaktivasi harus memusnahkan infektivitas organisme, tetapi sifat antigeniknya harus tidak berubah.

2.2 ANTIVIRUS
Virus merupakan parasit intaseluler obligat sehingga agen antivirus harus mampu menghambat fungsi virus secara selektif tanpa merusak inang. Membuat obat tersebut sangat sulit. Lebih jauh lagi obat yang ideal seharusnya mengurangi gejala- gejala penyakit tanpa banyak mengubah infeksi virus untuk mencegah reaksi imun pada penderita.
Dibutuhkan obat- obat antivirus yang aktif melawan virus dimana vaksin tidak tersedia atau tidak efektif disebabkan oleh keragaman serotipe (misalnya rhinovirus) atau karena perubahan virus yang terus menerus (misalnya influenza, HIV). Antivirus dibutuhkan untuk mengurangi morbiditas dan kerugian ekonomis yang disebabkan oleh infeksi virus dan untuk mengurangi penambahan jumlah pasien.
Penelitian virologi molekuler berhasil mengidentifikasi fungsi-fungsi spesifik virus yang dapat menjadi target terapi antivirus. Tahap yang paling dapat diterima sebagai target dalam infeksi virus meliputi penempelan virus pada sel inang, pelepasan mantel genom virus, transkripsi reversi pada genom virus tertentu, penganturan transkripsi virus,replikasi asam nukleat virus, penerjemahan protein virus, dan yang masih diperdebatkan, maturasi serta pelepasan partikel virus keturunan. Dalam kenyataanya, sangat sulit untuk membuat antivirus yang dapat memisahkan virus dari proses replikasi inang.
Kebanyakan antivirus hanya dapat dipakai pada situasi yang terbatas dan bersifat toksik pada penderita. Mekanisme kerja antivirus sangat beragam. Kadang-kadang obat harus diaktivasi oleh enzim-enzim di dalam sel sebelum dapat bekerja sebagai penghambat replikasi virus, obat yang paling selektif diaktivasi oleh enzim yang dikode oleh virus didalam sel yang terinfeksi.
Di masa depan, penting untuk mempelajari bagaimana meminimalkan terjadinya varian virus yang resisten terhadap obat dan merancang antivirus yang lebih spesifik yang berbasis tinjauan molekuler pada sturktur dan replikasi pada kelas agen yang berbeda.


Beberapa bahan antivirus dapat digolongkan menjadi:
1.     Bahan Nukleotropik/ Analog Nukleosida
  Kebanyakan agen antivirus yang tersedia adalah analog nukleosida. Kebanyakan dari mereka terbatas aktivasi penghambat untuk melawan herpesvirus atau HIV. Analog-analog menghambat replikasi asam nukleat dengan cara menghambat enzim metabolisme untuk membentuk purin atau pirimidin atau dengan cara menghambat polimerase untuk replikasi asam nukleat. Selain itu, beberapa analog bergabung ke dalam asam nukleat dan memblokir sintesa lebih lanjut atau merubah fungsinya.
Analog dapat menghambat enzim seluler seperti juga enzim penanda virus. Tipe-tipe baru analog dapat menghambat enzim penanda virus secara spesifik dengan hambatan minimal pada enzim inang yang mirip. Varian-varian virus yang resisten terhadap obat biasanya lambat laun meningkat, kadang-kadang pesat. Pemakaian kombinasi obat-obat antivirus dapat menunda timbulnya varian resisten (misalnya terapi triple drug yang dipakai untuk mengobati infeksi HIV).
Contoh-contoh analog nukleosida meliputi acyclovir (acycloguanosine), lamivudin (3TC), ribavirin, vidarabin (adenin arabinosida), dan zidovudin (azidothymidine;AZT). Selain itu antivirus bahan nukleotropik juga meliputi: Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 2600A, Formalin, Asam nitrat, Hidroksilamin

2.     Bahan Proteotropik/ Penghambat Protease    
Saquinavir adalah penghambatan protease pertama yang dibenarkan untuk penatalaksanaan infeksi HIV. Obat ini dirancang menggunakan model komputer sebagai molekul yang sesuai dengan tempat kedudukan aktif dari enzim protease HIV. Obat-obat demikian menghambat protease virus yang dibutuhkan pada tahap lanjut daru siklus replikasi untuk memecah struktur protein virus yang akan membentuk core virion matur dan mengaktivasi reverse transkriptase yang akan dipakai dalam putaran infeksi berikutnya. Penghambatan protease menghasilkan partikel virus yang noninfeksius. Penghambat protease lain adalah indinavir dan ritonavir, sinar ultraviolet degan panjang gelombang 2350A, suhu panas, PH asam, enzim proteotropik seperti tripsin.

3.     Bahan Lipotropik antara lain: berbagai bahan pelarut lemak (ether, alkohol, kloroform,garam empedu, dan lipase).

4.     Bahan yang tidak selektif meliputi: Sinar X, bahan pengakil (etilen oksida, formaldehid, dan glutaraldehid), reaksi fotodinamik.

5.     Jenis Agen Antivirus lain : sejumlah komposisi lain telah terbukti memiliki aktivitas antivirus pada kondisi tertentu.
1)            Amantandine dan rimantadine-Amin-amin sintetis ini secara spesifik menghambat virus influenza A dengan cara memblokir pelepasan selubung virus. Mereka harus diberikan sebagai profilaksi agar mendapatkan efek proteksi yang signifikan
2)            Focarnet (asam fosfonormat,PFA)-Foscarnet, suatu analog organik dari pirofosfat anorganik,merupakan penghambatn selektif polimerase DNA virus dan reverse transkriptase pada kedudukan ikatan pirofosfat.
3)            Methisazone-Methisazone adalah agen yang bersejarah sebagai penghambat virus cacar (smallpox). Methisazone adalah agen antivirus pertama yang mempunyai andil dan dijelaskan pada kampanye eradiksi smallpox.methisazone memblokir tahap lanjut replikasi virus,yang menghasilkan bentuk immatur partikel virus noninfeksius.


2.3 REAKSI VIRUS TERHADAP AGEN FISIKA DAN KIMIA

1.     Suhu dan Temperatur
Sebagian besar virus sangat labil dan dapat hidup diluar tubuh induk semang hanya beberapa jam.  Di dalam laboratorium harus diusahakan agar suspensi virus dan jaringan tubuh yang mengandung virus secepatnya disimpan pada suhu -40°C atau akan lebih bagus pada suhu -70°C. Beberapa virus ada yang stabil pada temperatur kamar serta dapat hidup dalam waktu yang cukup lama. Misalnya virus Pox dan virus Entero.
Pengawetan virus yang terbaik adalah melalui proses pengeringan dalam keadaan beku, yang disebut dengan freeze drying. Kebanyakan virus dapat disimpan berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun pada ampul gelas hampa udara dalam nitrogen cair (-196°C) atau pada suhu -70°C sampai -90°C (untuk virus beramplop).
Material penyakit yang mengandung virus harus ditempatkan dalam tabung tertutup kedap udara bila didinginkan dengan CO2 padat (es kering) untuk menghindari perusakan virus oleh gas CO2. Sejumlah virus dapat diinaktifkan oleh proses pembekuan pencairan (feezing-thawing).
Sebagian besar virus dapat diinaktifkan pada suhu 56°C selama 30 menit atau 100°C selama beberapa detik karena terjadi proses denaturasi virus. Perbedaan ketahanan terhadap suhu panas dipakai sebagai patokan dalam mengklasifikasikan virus. Penambahan garam yang mengandung kation bivalen atau sedikit protein dapat meningkatkan kestabilan virus terhadap temperatur yang tinggi.

2.     Perubahan pH
Secara umum sebagian besar virus tetap hidup pada pH 5-9 akan tetapi virus akan cepat rusak atau inaktif pada pH yang terlalu asam atau terlalu basa. Beberapa perkecualian seperti virus Rhimo akan rusak pada pH 5,3 sedangkan virus Entero tetap aktif pada pH 2,2.
Asam kuat dan basa kuat menyebabkan denaturasi protein virus dan arena itu sangat efektif untuk membasmi virus. Misalnya Natrium hidroksida 2% (caustic soda) digunakan untuk desinfeksi virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

3.     Radiasi Ultraviolet
Sinar matahari langsung mematikan mikroorganisme karena mengandung sinar ultraviolet. Berdasarkan panjang gelombangnya sinar ultraviolet dapat dikelompokkan menjadi: 3150-4000A, 2800-3150A, dan kurang dari 2800A.
Sinar ultraviolet yang kurang dari 2800A, mempunyai efek fermisidal (merusak mikroorganisme) dan dapat menyebabkan peradangan kulit (erythema) dan peradangan mata (conjunctivis).
Sinar ultraviolet 2600A merusak asam inti, sedangkan yang paling panjang gelombangnya 2350A merusak protein virus.
Sinar ultraviolet dengan gelobang pendek, dipakai untuk mensterilkan udara dalam ruangan dan tidak dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam cairan karena mudah diserap oleh bahan-bahan biologic lainnya.



4.     Fomaldehid
Larutan formaldehid, yaitu formalin yang banyak digunakan untuk pembuatan vaksin inaktif. Bahan ini bereaksi terutama dengan mengganti atom H pada gugus amino pada asam inti dan protein. Akan tetapi karena asam inti serabut ganda tidak memiliki gugus amino bebas untuk kontak dengan formalin, maka hanya asam inti serabut tunggal (RNA) yang dapat diinaktifkan dengan formalin.
Pada virus yang asam intinya DNA, inaktifasi oleh formalin terjadi melalui reaksi dengan proteinnya. Gas formalin yang dibuat dengan cara mencampurkan satu liter formalin denagn 660gr KmnO dapat mensterilkan kubik ruangan.

5.     Pelarut Lemak
Virus-virus yang mengandung lemak pada amplopnya dapat diinaktifkan oleh : ether, kloloform, natrium deoksikolat, fosfolifase, dan bahan pelarut lemak lainnya.

6.     Desinfektan
Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mendesinfeksi  (mensucihamakan). Desinfektan dapat digolongkan menjadi :
a.     Oxidizing agent, yaitu bahan kimia mengosidasikan gugus sulfidril. Misalnya chlor dalam hypochlorat, yodium tincture, hydrogen peroksida, kalium permanganat,dan uap asam.
b.     Alkylating, bahan ini merusak asam inti dan protein dengan mengganti atom H yang bebas pada gugus NH2dan OH. Contohnya formalin (formaldehid) dan glutaraldehid.
c.      Protein denaturat, bahan ini kurang baik untuk desinfektan, karena hanya protein yang berdenaturasi, sedangkan asam inti tetap infeksius. Misalnya alkohol dan fenol. Devirat lipofilik, yaitu insopropil alkohol dan lisol, lebih baik daya kerjanya tetapi kurang efektif dalam membunuh virus-virus yang tidak memiliki amplop.
d.     Nucleieacid denaturat, bahan ini tidak menyebabkan protein rusak, tetapi bereaksi dengan asam inti. Oleh karena itu bahan-bahan resebut sangat cocok untuk pembuatan vaksin inaktif. Contah bahan lain :  Beta propiolakton(BPL), asentil atlenimin(AEI) dan etil etlenimin(EEI). Hanya kekurangannya, bahan tersebut mengeluarkan gas sangat beracun dan menyebabkan kanker, kecuali pada konsentrasi rendah sekali( working solution ) misalnya 1:4000 untuk BPL dan 1:2000 untuk AEI untuk menetralisir sisa EEI dalam vaksin dapat diinaktifkan dengan pemanasan.
e.     Deterjen, terdapat dua deterjen yaitu ionik dan non ionik. Deterjen ionik bereaksi dengan lemak dan struktur polar. Deterjen lebih berguna sebagai pembersih dari pada sebagai desinfektan, walaupun dapat mengaktifkan virus-virus beramplop. Untuk meningkatkan daya penetrasi deterjen dapat dicampur dengan formalin atau glutaraldehid.

7.     Inaktivasi Fotodinamik
Virus-virus dapat memasuki berbagai cairan pewarna vital seperti toulidine biru,merah netral dan proflavine. Cairan pewarna ini mengikat asam nukleat virus dan virus kemudian menjadi rentan terhadap inaktivasi oleh cahaya yang dapat dilihat. Merah netral biasanya digunakan untuk pengujian  plak sehingga plak tersebut tampak lebih jelas. Tempat yang dipakai untuk pengujian harus dillindungi dari cahaya yang terang ketika merah netral telah ditambahkan. Sebaliknya disana ada resiko bahwa keturunan virus akan terinaktivasi dan perkembangan plak akan berhenti.

8.     Agen Antibiotik dan Antibakterial Lain
          Antibiotik bakterial dan sulfonamide tidak berefek terhadap virus. Tetapi, sudah tersedia beberapa obat antivirus. Campuran ammonium quarternary secara efektif melawan virus. Campuran yodium organik juga tidak efektif. Klorin konsentrasi tinggi lebih dibutuhkan untuk menghancurkan virus daripada untuk membunuh bakteri, khususnya dalam munculnya protein asing. Sebagai contoh, perlakuan dengan klorin pada tinja akan adekuat untuk menginaktifkan basil thypoid namun ia tidak adekuat untuk menghancurkan virus poliomyelitis yang ada di feses. Alkohol seperti isopropanol dan ethanol relatif tidak efektif melawan virus tertentu yaitu picornavirus.

2.4 CARA MENGAWETKAN VIRUS
Untuk tujuan penelitian, pembuatan vaksin dan keperluan lainnya, maka virus perlu diawetkan sehingga bisa disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk kualitas partikel virus tidak berubah adalah:
1.Temperatur
Kebanyakan virus tahan hidup selama beberapa hari dalam temperatur 4 C . keuntungan penyimpanan virus dalam suhu ini ialah dapat menghindari proses pembekuan dan pencairan (freeze thawing) suspensi virus yang dapat merusak partikel virus. Untuk menyimpan virus dalam waktu lama  ( berbulan-bulan atau sampai bertahun-tahun) digunakan temperatur -70 C (dalam freezer) atau -196 C (dalam tabung berisi nitrogen cair). Bagi virus-virus yang berada dalam sel ( cell associated) atau  gliserol sampai 50% untuk mengawetkan sel-sel tersebut sehingga virus tetap hidup.
2. Bahan Kimia
a. Jika virus disimpan pada temperatur -70 C, bahan kimia yang dapat dipakai untuk mengurangi kerusakan virus adalah DMSO dengan konsentrasi 10%
b. Bila virus tersebut Cell associated, disamping DMSO 10%, pada media penyimpanan virus ditambahkan pula serum sampai 10% untuk menjaga keutuhan sel.
c. Gliserol sebagai alkohol polihidrat dapat menstabilkan dinding sel dan partikel virus. Pada konsentrasi 50% gliserol digunakan untuk mengawetkan virus pox dan sel epitel yang mengandung virus PMK.
Sulfoxide Dimetil (DMSO) adalah senyawa organosulfur dengan formula (CH 3) 2 SO. DMSO merupakan cairan tak berwarna yang bersifat  polar dan merupakan  pelarut aprotic yang melarutkan baik senyawa polar dan nonpolar dalam berbagai pelarut organik serta air. DMSO memiliki sifat yang unik yakni mampu menembus kulit  dengan sangat mudah, sehingga orang dapat mencicipinya segera setelah terjadi  kontak dengan kulit. DMSO memiliki rasa seperti  tiram atau bawang putih.
Senyawa ini pertama kali disintesis pada tahun 1866 oleh ilmuwan Rusia Alexander Zaytsev, yang melaporkan temuannya di tahun 1867. Sulfoxide Dimetil sebenarnya merupakan produk sampingan dari kraft pulping. Oxidation of dimethylsulfide with oxygen or nitrogen dioxide gives DMSO. Proses oksidasi dari Dimethylsulfide dengan oksigen atau nitrogen dioksida menghasilkan DMSO.
DMSO merupakan pelarut polar aprotic. DMSO bersifat kurang toksik jika dibandingkan dengan anggota lain dari kelasnya  seperti dimetilformamida , dimetilasetamida , N-metil-2-pirolidon , dan HMPA. Karena sifat pelarutnya yang sangat baik, DMSO sering digunakan sebagai pelarut untuk reaksi kimia yang melibatkan garam, terutama reaksi Finkelstein dan reaksi lain seperti substitusi nukleofilik . Selain itu, DMSO juga banyak digunakan sebagai ekstraktan dalam biokimia dan biologi sel. Karena titik didih tinggi, DMSO menguap perlahan pada tekanan atmosfer normal. Reaksi dilakukan dalam DMSO sering diencerkan dengan air untuk mengendapkan atau produk-fase terpisah.
DMSO digunakan dalam PCR untuk menghambat struktur sekunder dalam DNA template atau primer DNA. DMSO ditambahkan ke campuran PCR sebelum bereaksi, dimana DMSO akan membatu pembentukan komplemen DNA dan meminimalkan reaksi-reaksi yang mengganggu. Namun, penggunaan DMSO di PCR dapat meningkatkan tingkat mutasi. DMSO juga dapat digunakan sebagai cryoprotectant, yang ditambahkan ke media sel untuk mencegah kematian sel selama proses pembekuan Sekitar 10% dapat digunakan dengan metode freeze-lambat, dan sel dapat dibekukan pada -80 ° C atau disimpan dalam nitrogen cair dengan aman.
3. Proses Kering Beku
Cara ini juga disebut liofilisasi dan  merupakan yang terbaik dalam mengawetkan virus,  terutama bila sebelumnya suspensi virus tersebut mengandung 10% serum anak sapi. Virus yang sudah kering beku dapat disimpan dalam temperatur 4 C selama berbulan-bulan. Metode ini digunakan dalam penyimpanan vaksi aktif.

4. Proses Kering Beku
Cara ini juga disebut liofilisasi dan  merupakan yang terbaik dalam mengawetkan virus,  terutama bila sebelumnya suspensi virus tersebut mengandung 10% serum anak sapi. Virus yang sudah kering beku dapat disimpan dalam temperatur 4 C selama berbulan-bulan. Metode ini digunakan dalam penyimpanan vaksin aktif.


2.5 METODE LAIN UNTUK MENGINAKTIFKAN VIRUS

          Virus dapat menjadi inaktif oleh berbagai sebab antara lain: terhadap sterilisasi laboratorium, desinfektan permukaan atau kulit,membuat air minum yang aman dan memproduksi vaksin virus inaktif. Metode dan bahan kimia yang berbeda digunakan untuk keperluan ini.
A.   Sterilisasi : Tekanan uap,pemanasan kering,oksidasi ethylene,irradiasi sinar g.
B.   Disinfeksi permukaan : natrium hipoklorin, gluataraldehid, formaldehid,asam pirasetik.
C.   Disinfeksi kulit : Klorheksidin, ethanol 70%, iodophore
D.   Produksi vaksin : formaldehid,propiolakton b,psoralen+ irradiasi ultraviolet,deterjen (subunit vaksin).


















III.           PENUTUP

Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Dalam upaya mengurangi serangan penyakit karena virus perlu diberikan vaksin inaktif atau pemberian antivirus yang di buat dengan perlakuan laboratorium. Dasar dari pembuatan vaksin inaktif dengan perlakuan laboratorium adalah usaha untuk merusak kemampuan replikasi virus tetapi antigen yang berkaitan dengan penyebab penyakit masih terpelihara sifat antigeniknya. Sedangkan obat- obat antivirus yang aktif melawan virus dimana vaksin tidak tersedia atau tidak efektif disebabkan oleh keragaman serotipe (misalnya rhinovirus) atau karena perubahan virus yang terus menerus (misalnya influenza, HIV). Antivirus dibutuhkan untuk mengurangi morbiditas dan kerugian ekonomis yang disebabkan oleh infeksi virus.
Selain itu terdapat juga perlakuan-perlakuan untuk inaktivasi virus antara lain:dengan menggunakan agen fisika dan kimia (suhu, pH, radiasi sinar ultraviolet, desinfektan, inaktivasi fotodinamik, dlln.

DAFTAR PUSTAKA

Jawetz, Melnick, Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Salemba Medika
Suardana, Kade. 2009. Dasar-Dasar Diagnosis Penyakit Virus. Denpasar : Laboratorium Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Anonim, 2009. Aktivitas Virus Mematikan.        http://www.sharp-solar.com. 10 April  2010
Anonim, 2009. Virus. http://www.wikipedia.com. 10 April 2010
Anonim, 2008. Inaktivasi Virus. http://www.infovet.blogspot.com.  10 April 2009
Anonim, 2008. Vaksin Inaktif. http://www.kalbe.co.id. 10 April 2009

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda